Powered By Blogger

Senin, 12 Januari 2009

The Founding Fathers Dream


Ketika para perintis kemerdekaan Indonesia merumuskan harapan mereka terhadap negara-negara bangsa merdeka yang waktu itu hendak mereka ciptakan, ada tiga harapan yang diutamakan (Mas’oed. 1997). Pertama, Negara–negara itu harus mampu mengusahakan terwujudnya kemakmuran bagi rakyat yang sudah beratus-ratus tahun hidup dalam kemiskinan. Artinya, pemerintah harus mampu mendorong agar rakyat bias meningkatkan produktifitas kerja mereka. Kedua, dalam proses peningkatan kemakmuran itu rakyat mesti dilibatkan dalam setiap tahap, mulai perancangan, pelaksanaan sampai pemanfaatan hasilnya. Dengan kata lain, peningkatan kemakmuran itu harus dilakukan serempak dengan upaya menciptakan demokrasi. Yang terakhir, upaya menciptakan kemakmuran dan demokrasi tidakboleh mengganggu kemerdekaan atau otonomi nasional. Tegasnya pencapaian kemakmuran itu jangan sampai menimbulkan ketergantungan Indonesia pada Negara-bangsa lain.

Pada prinsipnya saat “the Founding Fathers” merencanakan berdirinya republik ini mereka berpendapat bahwa negara yang akan dibangun nantinya harus mandiri dan tidak tergantung pada bangsa-bangsa manapun di dunia ini dan dibangun atas dasar demokrasi yang menjamin peranserta masyarakat dalam proses pencapaian tujuan tersebut.

Sehubungan dengan hal itu para penyusun konstitusi kita mencantumkan demokrasi ekonomi dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Sebagaimana tercantum dalam penjelasan pasal tersebut, “Dalam Pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua,untuk semua, dibawah kepemimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat”. Prioritas utama politik perekonomian yang demokratis adalah diletakkannya kemakmuran masyarakat diatas kemakmuran orang seorang juga bukan kemakmuran kelompok.

Krisis ekonomi yang diawali dengan melemahnya mata uang kemudian disusul dengan krisis perbankan di tanah air pada tahun 1997 seakan menyadarkan kita bahwa kebijakan yang selama ini ditempuh ternyata menyimpang jauh dari cita-cita yang telah dicetuskan oleh para pendahulu bangsa. Kita terjerat dalam kubangan krisis yang diakibatkan oleh utang luar negeri yang sangat besar. Kenyataan tersebut membuat kita terhenyak dan tersadar bahwa selama ini pembangunan yang dilaksanakan tidak bertumpu pada kekuatan sendiri sebagaimana yang dulu terkenal dengan berdikari atau berdiri di atas kaki sendiri. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan utang luar negeri, namun yang menjadikannya sebagai masalah yaitu apakah utang itu benar-benar diperlukan dan bagaimana pengelolaan utang itu sendiri. Krisis ekonomi yang melanda negeri kita disebabkan karena utang luar negeri yang seharusnya hanya sebagai pelengkap malah dijadikan sumber utama pembiayaan. Belum lagi salah kelola atas utang tersebut seperti utang jangka pendek digunakan untuk membiayai pembangunan proyek jangka panjang. Karena itu kita mencari sumber pembiayaan alternatif setelah minyak bumi yang dulunya selalu memberikan windfall profit malah sekarang tidak bisa lagi dinikmati karena posisi negara kita yang telah berubah menjadi net importer minyak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih anda telah memberikan komentar atas blog ini. Masukan anda sangat berharga bagi pengembangan blog ini.

Apa yang paling anda inginkan agar ditambahkan dalam blog ini?